NAMA : SAFRIL
NIM :451-414-066
I. Tektonik Regional
Tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada
bagian tepi utara Lempeng Indo-Australia, yang berkembang akibat adanya
pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan Lempeng
Pasifik yang bergerak ke barat.
Dua lempeng utama ini mempunyai sejarah
evolusi yang diidentifikasi yang berkaitan erat dengan perkembangan sari proses
magmatik dan pembentukan busur gunung api yang berasoisasi dengan mineralisasi
emas phorpir dan emas epithermal. Menurut Smith (1990),
perkembangan Tektonik Pulau Papua dapat dipaparkan sebagai berikut:
Gambar 1. Tektonik Papua dan PNG
a. Periode Oligosen sampai Pertengahan Miosen
(35– 5 JTL)
Pada bagian belakang busur Lempeng kontinental
Australia terjadi pemekaran yang mengontrol proses sedimentasi dari Kelompok
Batugamping Papua Nugini selama Oligosen – Awal Miosen dan pergerakan lempeng
ke arah utara berlangsung cepat dan menerus.
Gambar 1. Keadaan Pulau Papua Pada 30 ma Midle Oligocene
Pada bagian tepi utara Lempeng Samudera
Solomon terjadi aktivitas penunjaman, membentuk perkembangan Busur Melanesia
pada bagian dasar kerak samudera selama periode 44 – 24 Juta Tahun yang lalu
(JTL).
Kejadian ini seiring kedudukannya dengan
komplek intrusi yang terjadi pada Oligosen – Awal Miosen seperti yang terjadi
di Kepatusan Bacan, Komplek Porphir West Delta – Kali Sute di Kepala Burung
Papua.
Selanjutnya pada Pertengahan Miosen terjadi
pembentukan ophiolit pada bagian tepi selatan Lempeng Samudera Solomon dan pada
bagian utara dan Timur Laut Lempeng Indo-Australia. Kejadian ini membentuk
Sabuk Ofiolit Papua dan pada bagian kepala Burung Papua diekspresikan oleh
adanya Formasi Tamrau.
Pada Akhir Miosen terjadi aktivitas penunjaman
pada Lempeng Samudera Solomon ke arah utara, membentuk Busur Melanesia dan ke
arah selatan masuk ke lempeng Indo-Australia membentuk busur Kontinen Calc
Alkali Moon – Utawa dan busur Maramuni di Papua Nugini.
b. Periode Miosen Akhir – Plistosen (15 – 2
JTL)
Mulai dari Miosen Tengah bagian tepi utara
Lempeng Indo-Australia di Papua Nugini sangat dipengerahui oleh karakteristik
penunjaman dari Lempeng Solomon. Pelelehan sebagian ini mengakibatkan
pembentukan Busur Maramuni dan Moon-Utawa yang diperkirakan berusia 18 – 7 Juta
Tahun yang lalu.
Busur Vulkanik Moon ini merupakan tempat
terjadinya prospek emas sulfida ephitermal dan logam dasar seperti di daerah
Apha dan Unigolf, sedangkan Maramuni di utara, Lempeng Samudera Solomon
menunjam terus di bawah Busur Melanesia mengakibatkan adanya penciutan ukuran
selama Miosen Akhir.
Gambar 2. Keadaan Pulau Papua pada 15 ma Midle Miocene
Pada 10 juta tahun yang lalu, pergerakan
lempeng Indo-Australia terus berlanjut dan pengrusakan pada Lempeng Samudra
Solomon terus berlangsung mengakibatkan tumbukan di perbatasan bagian utara
dengan Busur Melanesia.
Busur tersebut terdiri dari gundukan tebal
busur kepulauan Gunung Api dan sedimen depan busur membentuk bagian “Landasan
Sayap Miosen” seperti yang diekspresikan oleh Gunung Api Mandi di Blok
Tosem dan Gunung Api Batanta dan Blok Arfak.
Kemiringan tumbukan ini mengakibatkan
kenampakan berbentuk sutur antara Busur Melanesia dan bagian tepi utara Lempeng
Australia yang diduduki oleh Busur Gunung Api Mandi dan Arfak terus berlangsung
hingga 10 juta tahun yang lalu dan merupakan akhir dan penunjaman dan
perkembangan dari busur Moon – Utawa.
Kenampakan seperti jahitan ditafsirkan dari
bentukan tertutup dari barat ke timur mulai dari Sorong, Koor, Ransiki, Yapen,
dan Ramu – Zona Patahan Markam.
Pasca tumbukan gerakan mengiri searah
kemiringan ditafsirkan terjadi sepanjang Sorong, Yapen, Bintuni dan Zona
Patahan Aiduna, membentuk kerangka tektonik di daerah Kepala Burung. Hal ini
diakibatkan oleh pergerakan mencukur dari kepala tepi utara dari Lempeng
Australia.
Gambar 3. Keadaan Pulau Papua Pada 5 ma Early Pliocene
Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan
busur Melanesia ini menggambarkan bahwa pada Akhir Miosen usia bagian barat
lebih muda dibanding dengan bagian timur. Intensitas perubahan ke arah
kemiringan tumbukan semakin bertambah ke arah timur.
Akibat tumbukan tersebut memberikan perubahan
yang sangat signifikan di bagian cekungan paparan di bagian selatan dan
mengarahkan mekanisme perkembangan Jalur Sesar Naik Papua.
Zona Selatan tumbukan yang berasosiasi dengan
sesar serarah kemiringan konvergensi antara pergerakan ke utara lempeng
Indo-Australia dan pergerakan ke barat lempeng Pasifik mengakibatkan terjadinya
resultante NE-SW tekanan deformasi. Hal itu mengakibatkan pergerakan evolusi
tektonik Papua cenderung ke arah Utara – Barat sampai sekarang.
Kejadian tektonik singkat yang penting adalah
peristiwa pengangkatan yang diakibatkan oleh tumbukan dari busur kepulauan
Melanesia. Hal ini digambarkan oleh irisan stratigrafi di bagian mulai dari
batuan dasar yang ditutupi suatu sekuen dari bagian sisi utara Lempeng
Indo-Australia yang membentuk Jalur Sesar Naik Papua. Bagian tepi utara dari
jalur sesar naik ini dibatasi oleh batuan metamorf dan teras ophilite yang
menandai kejadian pada Miosen Awal.
Perbatasan bagian selatan dari sesar naik ini
ditandai oleh adanya batuan dasar Precambrian yang terpotong di sepanjang Jalur
Sesar Naik. Jejak mineral apatit memberikan gambaran bahwa terjadi peristiwa
pengangkatan dan peruntuhan secara cepat pada 4 – 3,5 juta tahun yang lalu(Weiland,
1993).
Selama Pliosen (7 – 1 juta tahun yang lalu)
Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe magma I, yaitu suatu tipe magma yang
kaya akan komposisi potasium kalk alkali yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au
yang bernilai ekonomi di Ersberg dan Ok Tedi.
Selama pliosen (3,5 – 2,5 JTL) intrusi pada
zona tektonik dispersi di kepala burung terjadi pada bagian pemekaran sepanjang
batas graben. Batas graben ini terbentuk sebagai respon dari peningkatan beban
tektonik di bagian tepi utara lempeng Indo-Australia yang diakibatkan oleh
adanya pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang
menutupi landasan dari Blok Kemum. Menurut Smith (1990),
sebagai akibat benturan lempeng Indo-Australia dan Pasifik adalah terjadinya
penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen
diatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan perlipatan.
Gambar 4. Keadaan Pulau Papua Pada Zaman Recen (Sekarang)
Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah
batuan sedimen dan mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan
perak.
Tempat – tempat konsentrasi cebakan logam yang
berkadar tinggi diperkirakan terdapat pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai
dari komplek Tembagapura (Erstberg, Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa,
Mamoa, Wabu, Komopa – Dawagu, Mogo Mogo – Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu,
Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma, Kupai, Etna
Paririm Ilaga.
Sementara di daerah Kepala Burung terdapat di
Aisijur dan Kali Sute. Sementara itu dengan adanya busur kepulauan gunungapi
(Awewa Volkanik Group) yang terdiri dari : Waigeo Island (F.Rumai) Batanta
Island (F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi & Arfak Volc), Yapen Island
(Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), Memungkinkan terdapatnya logam,
emas dalam bentuk nugget.
—————-
II. Fisiografi dan Stratigrafi di Papua
1. Fisiografi
Fisiografi Papua secara umum dapat dibedakan
menjadi tiga bagian, yaitu bagian Kepala Burung, Leher dan Badan. Bagian utara
Kepala Burung merupakan pegunungan dengan relief kasar, terjal, sampai sangat
terjal.
Batuan yang tersusun berupa batuan gunung api,
batuan ubahan, dan batuan intrusif asam sampai menengah. Morfologi ini
berangsur berubah ke arah barat sampai selatan berupa dataran rendah aluvial,
rawa dan plateau batugamping.
Bagian Badan didominasi oleh Pegunungan
Tengah, dataran pegunungan tinggi dengan lereng di utara dan di selatan berupa
dataran dan rawa pada permukaan dekat laut. Dataran di utara terdiri dari
cekungan luar antar bukit dikenal sebagai dataran danau yang dibatasi di bagian
utaranya oleh medan kasar dengan relief rendah sampai sedang.
Pulau New Guinea telah diakui sebagai hasil
dari tumbukan Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik. Menurut Pigram dan Davies
(1987), Konvergensi dan deformasi bagian tepi utara lempeng Australia
yang berada di bagian timur Papua New Guinea dimulai sejak Eosen hingga
sekarang.
Hal itu mengakibatkan kenampakan geologi dan
fisiografi Pulau New Guinea dapat dibagi ke dalam 3 provinsi tektonik yaitu :
1. Dataran Bagian Selatan (Sauthern Plains)
2. New Guinea Mobile Belt (NGMB)
3. Bagian Tepi Lempeng Pasifik (Sabuk
Ophiolite Papua )
Kenampakan fisiografi dari Papua ini
merupakan kenampakan dari keadaan geologi dan tektonik yang pernah terjadi di
tempat tersebut.
Kerak kontinen Lempeng Australia yang berada
di bawah laut Arafura dan meluas ke arah utara merupakan dasar bagian selatan
dari Pegunungan Tengah Papua, batuan dasarnya tersusun oleh batuan sedimen
paparan berumur Paleozoik sampai Kuarter Tengah (Visser dan Hermes,
1962; Dow dan Sukamto, 1984).
Provinsi Tektonik Dataran selatan terdiri dari
dataran dan rawa-rawa didasari oleh batuan sedimen klastis yang mempunyai
ketebalan lebih dari 2 km berumur Eosen sampai MiosenTengah ditutupi oleh
batugamping berumur Pliosen – Plistisen (Dow dan Sukamto, 1984).
Lebar dataran ini membentang sepanjang 300 km.
Masuk lebih kedalam lagi dijumpai adanya
formasi-formasi batuan yang terlipat kuat dan mengalami persesaran intensif
yang dikenal dengan sebutan New Guinea Mobile Belt (Dow, 1977).
Kerak Kontinen Lempeng Australia yang ditutupi
oleh sedimen paparan yang berada pada bagian ini telah mengalami pengangkatan
dan terdeformasi selebar 100 km berupa perlipatan dan persesaran ini menempati
bagian ketiga dari Mobile Belt.
Kompresi, deformasi dan pengangkatan dari
Pegunungan Tengah disebut oleh Dow dan Sukamto
(1984) sebagai Orogenesa Melanesia. Proses orogenesa dimulai pada
awal Miosen hingga Miosen Akhir dan mencapai puncaknya selama Pliosen Akhir
hingga Awal Plistosen.
Geometri struktur jalur lipatan ini mengarah
ke Barat Laut (Minster dan Jordan, 1978) , selanjutnya Dow dan Sukamto
(1984) memperkirakan mengarah 55ยบ dari selatan ke arah barat dan
relatif konstan sepanjang orogenesa berlangsung. Batuan dasar dan sedimen paparan
terangkat secara bersamaan sepajang komplek sistem struktur yang mengarah ke
barat laut tersebut.
Sebagai akibatnya bagian sedimen yang ada pada
daerah tersebut mengalami persesaran dan terkoyakan, perlipatan yang kuat pada
bagian selatan dari antiklin sering mengalami pembalikkan sepanjang struktur
utama yang mengalami pergeseran mendatar mengiri (Dowdan Sukamto,
1984).
Di Papua bagian utara atau bagian ke dua dari
Mobile Belt New Guinea tersusun oleh batuan vulkanik afanitik yang merupakan
bagian tepi utara lempeng Australia yang terjadi selama periode tumbukan
kontinen dengan busur kepulauan pada waktu Oligosen (Jaques Dozy dan Robinson,
1997; Dow, 1977).
Bagian dari Mobile Belt ini tersusun oleh
batuan ultramafik Mesozoik sampai Tersier dan mendasari batuan intrusi dari
Sabuk Ophiolit Papua dibagian utara yang dibatasi oleh suatu endapan gunung api
bawah laut yang berumur Tersier.
Endapan Gunung Api bawah laut ini tumpang
tindih dengan sedimen klastik hasil erosi selama pengangkatan pegunungan tengah
yang diendapkan di cekungan Pantai Utara (Visser dan Hermes, 1962).
Sabuk Ophiolite ini dibagian selatan dibatasi
oleh suatu seri dari komplek patahan terbalikkan sehingga mendekatkan sabuk
ophiolit untuk berhadapan dengan sedimen dari Jalur Pegunungan Tengah.
Pergerakan dari kerak samudera Pasifik
sekarang mempunyai batas di sebelah utara pantai Pulau New Gunea. Formasi
stratigrafi yang menyusun daerah ini diterobos oleh suatu grup magma
intermediate berumur Pliosen berupa kalk alkali stock dan batholit yang
menempati sepanjang jalur struktur regional utama.
——————–
2. Stratigrafi
Stratigrafi wilayah Papua terdiri atas :
1. Paleozoic Basement (Pre-Kambium
Paleozoicum)
Di daerah Badan Burung atau sekitar Pegunungan
Tengah tersingkap Formasi Awigatoh sebagai batuan tertua di Papua yang berumur
pre-Kambium.
Formasi ini juga disebut Formasi Nerewip oleh Parris
(1994) di dalam lembar Peta Timika. Formasi ini terdiri dari
batuan metabasalt, metavulkanik dengan sebagian kecil batugamping, batuserpih
dan batulempung.
Formasi Awigatoh ini ditindih secara tidak
selaras oleh Formasi Kariem. Formasi Kariem tersusun oleh perulangan batupasir
kuarsa berbutir halus dengan batuserpih dan batulempung.
Umur formasi ini diperkirakan sekitar Awal
Paleozoikum atau pre-Kambium yang didasarkan pada posisi stratigrafinya yang
berada di bawah Formasi Modio yang berumur ilur Devon.
Didaerah Gunung Bijih Mining Access (GBMA)
dijumpai singkapan Formasi Kariem yang ditutupi secara disconformable oleh
Formasi Tuaba. Formasi Tuaba tersusun oleh batupasir kuarsa berlapis sedang
dengan sisipan konglomerat dan batuserpih yang diperkirakan berumur Awal
Paleozoikum atau pre-Kambrium.
Selanjutnya di atas Formasi Tuaba dijumpai
Formasi Modio yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian bawah Anggota A yang
didominasi oleh batuan karbonat yaitu stromatolitik dolostone yang berlapis
baik.
Sedangkan di bagian atasnya ditempati oleh
Anggota B yang terdiri dari batupasir berbutir halus dengan internal struktur
seperti planar dan silang siur, serta laminasi sejajar.
Umur formasi ini ditentukan berdasarkan
kandungan koral dan fission track yang menghasilkan Silur-Devon. Kontak formasi
ini dengan Formasi Aiduna yang terletak di atasnya ditafsirkan sebagai kantak
disconformable (Ufford, 1996).
Formasi Aiduna dicirikan oleh batuan
silisiklastik berlapis baik dengan sisipan batubara, dan ditafsirkan sebagai
endapan fluvial sampai lingkungan delta, dan secara stratigrafi formasi ini
ditindih secara selaras oleh Formasi Tipuma. Umur formasi ini ditentukan
berdasarkan kandungan fosil brachiopoda yaitu Perm.
Di daerah Kepala Burung atau Salawati-Bintuni,
batuan dasar yang berumur Paleozoikum terutama tersingkap di sebelah timur
kepala Burung yang dikenal sebagai Tinggian Kemum, serta disekitar Gunung Bijih
Mining Access (GBMA) yaitu di sebelah barat daya Pegunungan Tengah. Batuan dasar
tersebut disebut Formasi Kemum yang tersusun oleh batusabak, filit dan kuarsit.
Formasi ini di sekitar Kepala Burung dintrusi
oleh bitit Granit yang berumur Karbon yang disebut sebagai Anggi Granit pada
Trias. Oleh sebab itu Formasi Kemum ditafsirkan terbentuk pada sekitar Devon
sampai Awal Karbon (Pigram dkk, 1982).
Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara
tidak selaras oleh Group Aifam. Di sekitar Kepala Burung group ini dibagi
menjadi 3 Formasi yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainim. Group ini terdiri dari
suatu seri batuan sedimen yang taktermalihkan dan terbentuk di lingkungan laut
dangkal sampai fluvio-delataik. Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara
tidak selaras oleh Formasi Tipuma yang berumur Trias (Bintoro &
Luthfi, 1999).
2. Sedimentasi Mesozoikum hingga
Senosoik
a. Formasi Tipuma
a. Formasi Tipuma
Formasi Tipuma tersebar luas di Papua, mulai
dari Papua Barat hingga dekat perbatasan di sebelah Timur. Formasi ini
dicirikan oleh batuan berwarna merah terang dengan sedikit bercak hijau muda.
Formasi ini terdiri dari batulempung dan
batupasir kasar sampai halus yang berwarna abu-abu kehijauan dengan ketebalan
sekitar 550 meter. Umur formasi ini diperkirakan sekitar Trias Tengah sampai
Atas dan diendapkan di lingkungan supratidal.
b. Formasi Kelompok Kembelangan
Di daerah Kepala Burung, Formasi Tipuma
ditutupi secara tidak selaras oleh Kembelangan Grup (Kelompok Kembelangan) yang
tak terpisahkan. Kelompok ini diketahui terbentang mulai dari Papua Barat
hingga Arafura Platform.
Kelompok Kembelangan terdiri atas lapis
batudebu dan batulumpur karboniferus pada lapisan bawah batupasir kuarsa
glaukonitik butiran-halus serta sedikit shale pada lapisan atas, dimana pada
bagian atasnya di sebut Formasi Jass terdiri dari batupasir kuarsa dan
batulempung karbonatan.
Sedangkan di daerah Leher dan Badan Burung
Kembelangan Grup dapat dibagi menjadi 4 formasi yaitu dari bawah ke atas adalah
Formasi Kopai (batupasir dengan sisipan batulempung), Formasi (batupasir),
Formsi Paniya (batulempung) dan Formasi Eksmai (batupasir). Kelompok ini
berhubungan dengan formasi Waripi dari kelompok Batuan Gamping New Guinea atau
New Guinea Limestone Group (NGLG).
c. Formasi Batu Gamping New Guinea
Selama masa Cenozoik, kurang lebih pada batas
Cretaceous dan Cenozoik.
Pulau New Guinea dicirikan oleh pengendapan
(deposisi) karbonat yang dikenal sebagai Kelompok Batu Gamping New Guinea
(NGLG).
Kelompok ini berada di atas Kelompok
Kembelangan dan terdiri atas empat formasi, yaitu (1). Formasi Waripi Paleosen
hingga Eosen; (2). Formasi Fumai Eosen; (3) Formasi Sirga Eosin Awal; (3).
Formasi Imskin; dan (4). Formasi Kais Miosen Pertengahan hingga Oligosen.
3. Sedimentasi Senosoik Akhir
Sedimentasi Senosoik Akhir dalam basement
kontinental Australia dicirikan oleh sekuensi silisiklastik yang tebalnya
berkilometer, berada di atas strata karbonat Miosen Pertengahan. Di Papua
dikenal 3 (tiga) formasi utama, dua di antaranya dijumpai di Papua Barat, yaitu
formasi Klasaman dan Steenkool. Formasi Klasaman dan Steenkool berturut-turut
dijumpai di Cekungan Salawati dan Bintuni.
4. Kenozoikum
Grup Batugamping New Guinea, Grup ini dibagi
menjadi 4 formasi dari tua ke muada adalah sebagai berikut : Formasi Waripi,
Formasi Faumai, Formasi Sirga dan Formasi Kais.
Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat
dolomitik, dan batupasir kuarsa diendapkan di lingkungan laut dangkal yang
berumur Paleosen sampai Eosen. Di atas formasi ini diendapkan Formasi Faumai
secara selaras dan terdiri dari batugamping berlapis tebal (sampai 15 meter)
yang kaya fosil foraminifera, batugamping lanauan dan perlapisan batupasir
kuarsa dengan ketebalan sampai 5 meter, tebal seluruh formasi ini sekitar 500
meter.
Formasi Faumai terletak secara selaras di atas
Formasi Waripi yang juga merupakan sedimen yang diendapkan di lingkungan laut
dangkal. Formasi ini terdiri dari batuan karbonat berbutir halus atau
kalsilutit dan kaya akan fosil foraminifera (miliolid) yang menunjukkan umur
Eosen.
Formasi Sirga dijumpai terletak secara selaras
di atas Formasi Faumai, terdiri dari batupasir kuarsa berbutir kasar sampai
sedang mengandung fosil foraminifera, dan batuserpih yang setempat kerikilan.
Formasi Sirga ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai laut dangkal dan
berumur Oligosen Awal.
Formasi Kais terletak secara selaras di atas
Formasi Sirga. Formasi Kais terutama tersusun oleh batugamping yang kaya
foraminifera yang berselingan dengan lanau, batuserpih karbonatan dan batubara.
Umur formasi ini berkisar antara Awal Miosen sampai Pertengahan Miosen dengan
ketebalan sekitar 400 sampai 500 meter.
5. Miosen sampai sekarang
Pada Miosen sampai sekarang, di Papua dijumpai
adanya 3 formasi yang dikenal sebagai Formasi Klasaman, Steenkool dan Buru yang
hampir seumur dan mempunyai kesamaan litologi, yaitu batuan silisiklastik
dengan ketebalan sekitar 1000 meter. Ketiga formasi tersebut di atas mempunyai
hubungan menjari, Namun Formasi Buru yang dijumpai di daerah Badan Burung pada
bagian bawahnya menjemari dengan Formasi Klasafat. Formasi Klasafat yang
berumur Mio-Pliosen dan terdiri dari batupasir lempungan dan batulanau secara
selaras ditindih oleh Formasi Klasaman dan Steenkool.
Endapan aluvial dijumpai terutama di sekitar
sungai besar sebagai endapan bajir, terutama terdiri dari bongkah, kerakal,
kerikil, pasir dan lempung dari rombakan batuan yang lebih tua.
6. Stratigrafi Lempeng Pasifik
Pada umumnya batuan Lempeng Pasifik terdiri
atas batuan asal penutup (mantle derived rock), island-arc volcanis dan sedimen
laut dangkal. Di Papua, batuan asal penutup banyak dijumpai luas sepanjang
sabuk Ophiolite Papua, Pegunungan Cycloop, Pulau Waigeo, Utara Pegunungan
Gauttier dan sepanjang zona sesar Sorong dan Yapen pada umumnya terbentuk oleh
batuan ultramafik, plutonil basik, dan mutu-tinggi metamorfik. Sedimen dalam
Lempeng Pasifik dicirikan pula oleh karbonat laut-dangkal yang berasal dari
pulau-arc. Satuan ini disebut Formasi Hollandia dan tersebar luas di Waigeo,
Biak, Pulau Yapen dan Pegunungan Cycloop. Umur kelompok ini berkisar dari
Miosen Awal hingga Pliosen.
7. Stratigrafi Zona Transisi
Konvergensi antara lempeng Australia dan
Pasifik menghasilkan batuan dalam zona deformasi. Kelompok batuan ini
diklasifikasikan sebagai zona transisi atau peralihan, yang terutama terdiri
atas batuan metamorfik. Batuan metamorfik ini membentuk sabuk kontinyu
(>1000 km) dari Papua hingga Papua New Guinea.
Gambar 2. Stratigrafi wilayah Papua
————————————-
III. Tektonik Papua dan Sesar yang ada di
Papua sekarang
Gambar 3. Peta Tektonik Papua
Tektonik Papua saat ini dipengaruhi oleh
pergerakan 2 lempeng besar, yaitu lempeng Pasifik kearah barat dan lempeng
Indo-Australia yang ke arah utara dengan jalur subduksi terdapat di perairan
utara Papua sampai perairan utara Biak dan perairan barat Fakfak sampai
perairan selatan Kaimana.
Dari peta tektonik Papua, terlihat bahwa
konvergensi busur Melanesia dan lempeng Indo-Australia menghasilkan banyak sesar
lokal, jalur sesar pegunungan tengah yang memanjang dari barat ke timur di
bagian tengah pulau Papua, cekungan utara Papua dan pengangkatan di pesisir
utara Papua dan di pegunungan Jayawijaya (2mm/tahun).
Sedangkan batas lempeng tektonik di utara
Papua membentuk sesar geser yang terjadi di bagian utara yaitu Sesar
Sorong-Yapen.
Sesar ini merupakan sesar geser mengiri,
sebelah utara relatif bergeser ke barat dan bagian selatan relatif bergerak ke
timur. Sudut lereng di sebelah utara lebih curam dibandingkan sebelah selatan.
Lereng curam ini berpotensi longsor dan dapat
membangkitkan tsunami ketika ada getaran gempa. Gempa yang sering terjadi
dengan kedalaman dangkal, di sekitar sesar dan di sekitar leher burung.
Gambar 4. Sesar Sorong
Sesar Sorong merupakan retakan besar dalam
kerak bumi dan selama 40 juta tahun telah melepaskan potongan daratan yang luas
dari Papua sebelah utara dan pulau-pulau yang terbentuk karena adanya sesar ini
bergeser ke arah barat melintasi lautan ke arah Sulawesi.
Sesar Sorong ini muncul 20 juta tahun yang
lalu dan masih aktif berkembang sampai sekarang. Terlihat dari gambar diatas
bahwa sesar ini bukan sesar tunggal melainkan 2 sesar yang bergabung di daerah
sorong dan kemudian terpisah bercabang di wilayah kepala burung.
Selain Sesar Sorong masih banyak terdapat
sesar aktif lain yang berpotensi menimbulkan gempa merusak di pulau Papua,
seperti Sesar Koor yang membentang dari Raja Ampat sampai Sorong, Sesar Ransiki
yang berawal dari Manokwari sampai Ransiki, sesar Wandamen di sepanjang Teluk
Wondama, Sesar Yapen yang membentang dari barat laut Serui sampai Waropen,
Sesar Anjak Argun dan Lipatan Lengguru yang membentang dari timur laut sampai
tenggara Fak-fak.
Di bagian leher burung terdapat Sesar Tarera
Aiduna dan Sesar Weyland yang membentang dari barat daya sampai selatan kota
Nabire, Sesar Waipona yang membentang dari timur laut sampai tenggara Nabire,
dan Sesar Direwo yang membentang di utara Enarotali.
Kondisi tektonik seperti yang dimiliki Papua
menyebabkan wilayah ini rawan akan gempa tektonik, terutama gempa dangkal yang
sering merusak dan menimbulkan tsunami.
———————————
IV. Gempa dan Tsunami di Papua
Gempa merusak yang pernah terjadi di wilayah Papua pada zona Sesar Sorong antara lain pada 17 Pebruari 1996 di utara Biak (0.5 LU, 135.8 BT) pada pukul 14:59:30.6 WIB dengan magnitude 8.0 SR dan kedalaman 21 km yang menimbulkan tsunami dengan 160 korban jiwa. Hasil analisis dan penga
IV. Gempa dan Tsunami di Papua
Gempa merusak yang pernah terjadi di wilayah Papua pada zona Sesar Sorong antara lain pada 17 Pebruari 1996 di utara Biak (0.5 LU, 135.8 BT) pada pukul 14:59:30.6 WIB dengan magnitude 8.0 SR dan kedalaman 21 km yang menimbulkan tsunami dengan 160 korban jiwa. Hasil analisis dan penga
matan dari salah satu sumber menyatakan bahwa
pensesaran gempa Biak adalah jenis sesar naik. Gempa Biak ini diikuti oleh
sekitar 300-an gempa susulan yang menunjukkan bahwa telah terjadi banyak
retakan pada kerak bumi di sekitar pusat gempa.
Pada tahun 2004 terjadi 2 kali gempa yang
merusak kota Nabire, yaitu 6 pebruari dengan magnitude 6.9 SR kedalaman 28 km
dengan jarak hanya 6 km dari kota Nabire dan disusul 26 Nopember dengan
magnitude 7.1 SR.
Di barat daya Manokwari pada 4 Januari 2009
terjadi gempa besar lainnya dengan magnitude 7.9 SR dan kedalaman 48 km. Gempa
ini diikuti banyak gempa susulan sampai lebih empat bulan kemudian. Tsunami
yang timbul diduga adalah akibat adanya longsoran yang dipicu oleh gempa yang
terjadi di sekitar zona tersebu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar